
HarmoniSultra.com, Sultra – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan 4 (empat) tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pertambangan.
Aspidsus Kejati Sultra Iwan Catur Karyawan mengatakan bahwa keempat tersangka yang ditetapkan saat ini, salah satunya adalah Kepala Kantor Unit Pelayanan Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka, SPI.
“Ketiga tersangka lainnya diantaranya MM selaku Direktur Utama PT AMIN, MLY selaku Kuasa Direktur PT AMIN, ES selaku Direktur PT BPB,” katanya.
Diungkapkannya, dalam perkara tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan wewenang Kepala KUPP Kelas III Kolaka dalam penerbitan persetujuan sandar dan berlayar kapal pengakut ore nikel yang menggunakan dokumen PT AMIN melalui terminal khusus (Jety) PT KMR.
“Sebelum ditetapkan tersangka, MM, MLY dan ES telah dipanggil secara patut sebanyak 2 (dua) kali sebagai saksi namun tidak mau hadir sehingga ketiga tersangka tersebut dijemput paksa oleh penyidik di tiga tempat berbeda yaitu MM di Kabupaten Gresik–Jawa Timur dan langsung dilakukan pemeriksaan sebagai saksi di Kantor Kejaksaan Negeri Gresik dan selanjutnya diperiksa sebagai tersangka di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,” ungkapnya.
“MLY dijemput di Kabupaten Kolaka – Sulawesi Tenggara dan langsung di bawah ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk dilakukan pemeriksaan sebagai saksi dan sebagai tersangka, dan ES di Jakarta Utara kemudian dibawah ke Gedung JAM Pidsus Kejaksaan Agung RI untuk dilakukan pemeriksaan sebagai saksi dan tersangka,” sambungnya menjelaskan.
Dijelaskannya lagi, penyidik kemudian melakukan penahanan terhadap ketiga tersangka yaitu MM dan MLY di Rutan Kendari, sedangkan untuk ES dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI di Jakarta.
“Adapun perbuatan para tersangka PT AMIN sebagai salah satu pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarkan SK Bupati Kolaka Utara tahun 2014 dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berlokasi di Desa Patikala Kecamatan Tolala Kabupaten Kolaka Utara. Pada tahun 2023 PT AMIN memperoleh Kuota Produksi pada persetujuan RKAB sebesar 500.232 MT dan Kuota Penjualan sebesar 500.004 MT,” jelasnya.
Kemudian pada sekitar Juni 2023, tersangka ES menemui H (Direktur PT KMR) membahas kerjasama penggunaan pelabuhan jetty PT KMR untuk mengangkut ore nikel yang diduga berasal dari WIUP lain yakni PT PCM dengan menggunakan dokumendokumen milik PT. AM sehingga ore nikel tersebut seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT AMIN.
“Hingga akhirnya pada 17 Juni 2023 ditandatangani Perjanjian Jasa Pelabuhan antara H Direktur PT KMR dengan MLY terkait penggunaan pelabuhan jetty PT KMR untuk penjualan ore nikel yang dijual menggunakan dokumen yang seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT AMIN,” tuturnya
“SPI selaku Kepala KUPP Kelas III Kolaka, dan selanjutnya pada 3 Juli 2023, Kepala KUPP Kolaka mengusulkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut agar PT AMIN juga dapat ditetapkan sebagai
salah satu pengguna Terminal Umum PT KMR, meski usulan tersebut tidak kunjung
disetujui. Akan tetapi SPI telah menerima sejumlah uang dalam setiap pemberian persetujuan berlayar untuk tongkang-tongkang yang mengangkut ore nikel yang berasal dari wilayah IUP PT PCM menggunakan dokumen seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT AM tersebut,” bebernya.
Pihaknya juga mengungkapkan bahwa akibat penjualan ore nikel tersebut negara telah dirugikan sebesar Rp100 milyar lebih, nilai pasti kerugian negara masih dalam proses perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor.
“Para Tersangka disangka melanggar
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 Jo Pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, Pasal 12 A Jo Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 56KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” jelasnya
Komentar